tag:blogger.com,1999:blog-34649499642872526802024-03-13T05:07:05.949-07:00Kumpulan Cerpen IndonesiaBunga rampai cerpen (cerita pendek) sastrawan Indonesia, baik cerpen klasik, maupun cerpen modern.Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/14659660299347287017noreply@blogger.comBlogger36125tag:blogger.com,1999:blog-3464949964287252680.post-38078223204398733782012-12-27T10:20:00.000-08:002012-12-27T10:20:00.090-08:00Cerpen karya Maggie Tiojakin: "Kota Abu-Abu"<br />
<b>"Kota Abu-Abu"</b><br />
Cerpen Maggie Tiojakin (<i>Kompas</i>, 2 Desember 2012)<br />
<br />
TERLETAK di ujung dunia, di mana hujan turun tanpa henti dan matahari terus bersembunyi di balik awan gelap, kota ini menelan, mengunyah dan melepehkan segala macam warna hingga kusam tanpa nyawa.<br />
Merah, kuning, biru, hijau, jingga, ungu–semua tampak sama saja jika dibalut sendu. Hanya ada satu warna yang konstan di sini; yaitu abu-abu. Bahkan air laut yang mengelilingi tepian kota tampak keabuan. Begitu juga dengan langit yang memayungi serta tanah yang jadi pijakan kami.<br />
<br />
Sesekali ada saja warga kota yang pergi melanglang buana, mengelilingi dunia, dan kembali membawa segenggam tanah merah atau daun kering yang telah kemuning. Cerita petualangan mereka selalu beragam dan sangat menarik untuk dijadikan <i><a href="http://www.mediafire.com/?rx054iggswlvx0m" target="_blank">.................Selengkapnya</a></i><br />
<div>
<br /></div>
Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/14659660299347287017noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3464949964287252680.post-42673289946908835422012-12-26T10:15:00.002-08:002012-12-26T10:15:33.277-08:00Cerpen karya Afrizal Malna: "Pasir Retak"<br />
Pasir Retak<br />
Cerpen Afrizal Malna (<i>Jawa Pos</i>, 20 Mei 2012)<br />
<br />
HUJAN turun di atas api. Suara api dan suara hujan bercampur seperti suara sungai dengan alirannya yang deras. Keduanya menjadi nyanyian cinta menjelang senja.<br />
<br />
Hujan tak tahu kenapa api membuat warna merah jingga yang panas,api juga tak tahu kenapa hujan dipanggil hujan setiap ia turun, seperti mahluk terbuat dari air yang turun dari langit. Mereka berdua, hujan dan api itu, mengatakan: biarlah angin terus berjalan dari kota ke kota, mengantar gunung dan laut kepadamu, mengantar langit dan tanah kepadamu, mengantar bisik-bisik dari dalam sejarah lebih dekat lagi dengan telingamu. Keduanya menolak tentang berita yang disiarkan beberapa pemancar TV, bahwa telah turun “hujan api” di sebuah kota.<br />
<br />
Kami adalah hujan dan api, bukan hujan-api.<br />
<br />
Basa-basi itu, antara hujan dan api, mereka katakan itu setiap pagi hanya untuk merayu agar<i><a href="http://www.mediafire.com/?22llw4nmbthqz24" target="_blank">....Selengkapnya</a></i><br />
<div>
<br /></div>
Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/14659660299347287017noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3464949964287252680.post-90332489884869084002012-12-26T10:11:00.001-08:002012-12-26T10:11:53.965-08:00Cerpen karya Dafriansyah Putra: "Surau Kaki Bukit"<br />
<b>"Surau Kaki Bukit"</b><br />
Cerpen Dafriansyah Putra (<i>Republika</i>, 25 November 2012)<br />
<br />
SURAU mendadak ramai. Biasanya, meskipun waktu shalat wajib tiba, hanya seorang Gaek Puai yang senantiasa menjaga sujudnya di hamparan sajadah surau ini. Entahlah, apakah masyarakat di sekitar banyak melaksanakan shalat di masjid-masjid besar bersajadah harum di sana, atau malah mereka mungkin lupa untuk shalat. Akan tetapi ramainya surau kali ini bukanlah untuk beribadah.<br />
<br />
Aku terpaku menyaksikan orang-orang bertopeng dan berpakaian aneh sibuk <i><a href="http://www.mediafire.com/?c7ezza9olpcc2l4" target="_blank">......... Selengkapnya</a></i><br />
Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/14659660299347287017noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3464949964287252680.post-30180167064567514922012-12-15T12:00:00.002-08:002012-12-15T12:00:39.424-08:00Cerpen karya Arswendo Atmowiloto: "Bu Geni di Bulan Desember"<b>"Bu Geni di Bulan Desember"</b><br />
<b>Cerpen Arswendo Atmowiloto</b> (<i>Kompas</i>, 20 Mei 2012)<br />
<br />
BAGI Bu Geni, semua bulan adalah Desember. Bulan lalu, sekarang ini, atau bulan depan berarti Desember. Maka kalau berhubungan dengannya, lebih baik tidak berpatokan kepada tanggal, melainkan hari. Kalau mengundang bilang saja Jumat dua Jumat lagi. Kalau mengatakan tanggal 17, bisa repot. Karena tanggal 17 belum tentu jatuh hari Jumat. Kalau memesan tanggal 17, bisa-bisa Bu Geni tidak datang sesuai hari yang dijanjikan.<br />
<br />
Masalahnya banyak sekali yang berhubungan dengan Bu Geni. Semua penduduk yang ingin mengawinkan anaknya, pilihannya hanya satu: Bu Geni, juru rias pengantin. Banyak perias pengantin lain, tapi tak bisa menyamai Bu Geni. Bahkan setelah banyak salon, pilihan tetap pada Bu Geni.<br />
<br />
Menurut yang sudah-sudah, Bu Geni bukan perias biasa. Beliau mampu mengubah calon pengantin perempuan menjadi sedemikian cantiknya sehingga benar-benar <i>manglingi</i>, tak dikenali lagi. Salah satu keistimewaan beliau adalah menyemburkan asap rokok ke wajah calon pengantin. Menurut tradisi, katanya ini disembagani, dijadikan seperti <i><a href="http://adf.ly/G0xpO" target="_blank">.....................selengkapnya</a></i><br />
<br />Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/14659660299347287017noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3464949964287252680.post-4756463254432565372012-12-15T07:28:00.001-08:002012-12-15T07:28:33.002-08:00Cerpen karya Agus Noor: "Kurma Kiai Karnawi"<br />
<b>Kurma Kiai Karnawi</b><br />
<b>Cerpen Agus Noor</b> (<i>Kompas</i>, 7 Oktober 2012)<br />
<br />
TUBUH orang itu menghitam—nyaris gosong—sementara kulitnya kisut kering penuh sisik kasar dengan borok kering. Mulutnya perot, seakan ada yang mencengkeram rahang dan lehernya. Ia terbelalak seolah melihat maut yang begitu mengerikan. Sudah lebih delapan jam ia mengerang meregang berkelojotan. Orang-orang yakin: dia terkena teluh, dan hanya kematian yang bisa menyelamatkan.<br />
<br />
Kiai Karnawi, yang dipanggil seorang tetangga, muncul. Beliau menatap penuh kelembutan pada orang yang tergeletak di kasur itu. Kesunyian yang mencemaskan membuat udara dalam kamar yang sudah pengap dan berbau amis terasa semakin berat. Beberapa orang yang tak tahan segera beranjak keluar dengan menahan mual. Kiai Karnawi mengeluarkan sebutir kurma, dan menyuapkan ke mulut orang itu. Para saksi mata menceritakan: sesaat setelah kurma tertelan, tubuh orang itu terguncang hebat, seperti dikejutkan oleh badai listrik. Lalu cairan hitam kental meleleh dari mulutnya, berbau busuk, penuh belatung dan lintah. Dari bawah tubuhnya merembes serupa kencing kuning pekat, seolah bercampur nanah. Seekor ular keluar dari duburnya, dan—astaghfirullah—puluhan paku berkarat menyembul dari pori-pori orang itu. Lalu berjatuhan pula puluhan mur dan baut, potongan kawat berduri, biji-biji gotri dan silet yang masih terlihat berkilat. Orang itu mengerang panjang. Kiai Karnawi mengangguk ke arah yang menyaksikan, “Biarkan dia istirahat.”<br />
<br />
Keesokan harinya, orang itu sudah bugar.<br />
Kisah itu hanyalah salah satu dari banyak kisah yang sudah Hanafi dengar tentang Kiai Karnawi. Kisah paling dramatik yang Hanafi dengar, ialah <i><a href="http://adf.ly/G0Tnn" target="_blank">.................... selengkapnya</a></i><br />
Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/14659660299347287017noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3464949964287252680.post-87447106332861975282012-12-15T06:30:00.004-08:002012-12-15T07:35:33.115-08:00Cerpen karya Budi Darma: "Tangan-tangan Buntung"<b>Tangan-tangan Buntung</b><br />
<b>Cerpen Budi Darma</b> (<i>Kompas</i>, 29 Juli 2012)<br />
<br />
TIDAK mungkin sebuah negara dipimpin oleh orang gila, tidak mungkin pula sebuah negara sama-sekali tidak mempunyai pemimpin.<br />
<br />
Selama beberapa hari terakhir, sementara itu, semua gerakan baik di dalam negeri maupun di luar negeri mendesak, agar Nirdawat segera disyahkan sebagai presiden baru. Karena Nirdawat tidak bersedia, maka akhirnya, pada suatu hari yang cerah, ketika suhu udara sejuk dan langit kebetulan sedang biru tanpa ditutupi oleh awan, ribuan rakyat mengelilingi rumah Nirdawat, dan berteriak-teriak dengan nada memohon, agar untuk kepentingan bangsa dan negara, Nirdawat bersedia menjadi presiden<br />
<br />
Akhirnya beberapa di antara mereka masuk ke dalam rumah Nirdawat, lalu dengan sikap hormat mereka<i><a href="http://adf.ly/G0NRx" target="_blank">...........selengkapnya</a></i>Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/14659660299347287017noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3464949964287252680.post-80607643003568682532012-12-14T08:32:00.000-08:002012-12-15T07:37:39.377-08:00Cerpen karya Sanie B. Kuncoro: "Gumading Peksi Kundur"<b>Gumading Peksi Kundur</b><br />
Cerpen Sanie B. Kuncoro (<i>Jawa Pos</i>, 18 November 2012)<br />
<br />
LAKI-LAKI itu datang padamu di suatu sore yang bercahaya. Musim kemarau ketika itu, terik kulminasi matahari masih tersisa di sekitarmu. Debu tipis melekat pada reranting dan dedaunan. Saat angin menghampiri, akan kau dengar gemerisik dedaunan yang seolah membisikkan dahaganya kepadamu. Tak hendak kau abaikan bisikan itu, namun kunjungan seorang tamu di beranda rumah tentulah harus dipedulikan terlebih dahulu. Siraman air untuk mereka haruslah menunggu.<br />
<br />
Kau letakkan canting dan meredupkan nyala api pada wajan berisi malam cair. Tanpa meneliti ulang, gerak tanganmu telah mengatur nyala sumbu kompor itu pada ukuran yang tepat. Redup yang pas untuk menghangatkan malam dengan titik api yang aman, sekadar untuk menjaganya tetap berupa lelehan tanpa akan membakar apalagi menghanguskan <i><a href="http://adf.ly/FyJLE" target="_blank">............................Selengkapnya</a></i><br />
<b></b>Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/14659660299347287017noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3464949964287252680.post-12694595930352790192012-12-12T15:08:00.000-08:002012-12-15T07:42:08.870-08:00Cerpen karya Irwan Kelana: "Sepanjang Jalan Cinta"<b>Sepanjang Jalan Cinta</b><br />
<b>Cerpen Irwan Kelana</b> (<i>Republika</i>, 18 November 2012)<br />
<br />
SEORANG lelaki tak bisa lari dari takdirnya sendiri. Ia tak bisa menolak manakala takdir cinta menghampirinya.<br />
<br />
Delapan tahun lalu, saat Tuhan memanggil Rindu kembali ke haribaan-Nya, Bayu merasa amat terpukul. Mengapa Dia mencerabut wanita yang sangat dikasihinya–seorang istri yang sangat lembut dan penyayang–dari kehidupannya? Mengapa secepat itu wanita yang merupakan cinta pertamanya sejak SMA meninggalkannya dengan menitipkan dua orang putra yang baru duduk di bangku kelas I SMP dan kelas V SD?<br />
<br />
Suatu malam, seusai menunaikan tugas suami-istri yang sangat indah, istrinya berbisik di telinganya.<br />
<br />
“Mas percaya kepada Allah?”<br />
<br />
Bayu tertawa kecil. “Ya iyalah.”<br />
<br />
“Betul-betul percaya kepada Allah?” tanya istrinya lagi<i><a href="http://adf.ly/Fu0RT" target="_blank">.....................selengkapnya,</a></i><b></b>Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/14659660299347287017noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3464949964287252680.post-25904448233237133822012-12-11T10:13:00.000-08:002012-12-15T07:44:29.874-08:00Cerpen karya Abidah El Khalieqy: "Kamar Dua Belas"<b>Kamar Dua Belas</b><br />
Cerpen Abidah El Khalieqy (<i>Jawa Pos</i>, 1 April 2012)<br />
<br />
KAMAR hotel jadi sunyi. Tiba-tiba saja, Komar dan Syamsu, dua penghuni kamar mewah nomor dua belas itu saling berpikir tentang kematian. Tentu banyak versi, banyak cara pandang yang bisa diulang untuk melihat kematian seseorang. Seperti keduanya, meski titik awal dan akhir telah ditemukan, masih juga berdebat untuk mempertahankan pendapatnya masing-masing. Sampai keduanya membisu, berdiam diri di antara kemewahan lampu merkuri.<br />
<br />
Beberapa saat kemudian, Komar tak tahan dengan kebisuan dan memulai percakapan dengan nada bijaksana. Ringan saja kata-katanya, seolah sedang memberi nasihat pada murid-muridnya di sekolahan.<br />
<br />
“Bagiku tak sulit mengenali kematiannya. Manusia bisa dilihat di <a href="http://adf.ly/FmKmQ" target="_blank">..............<i>Selengkapnya</i></a><br />
<b></b><br />
<div>
<b><br /></b></div>
Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/14659660299347287017noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3464949964287252680.post-49525069848811303122012-12-10T20:00:00.000-08:002012-12-15T07:48:06.814-08:00Cerpen karya Danang Probotanoyo: "Pahlawan Tersisa di Makam Tua"<b>Pahlawan Tersisa di Makam Tua</b><br />
Cerpen Danang Probotanoyo (<i>Republika</i>, 11 November 2012<br />
<br />
SENJA temaram menjemput malam. Kumaidi duduk di kursi rotan tua yang nyaris berbentuk bulat mirip telur ayam. Kursi dan meja pasangannya tersebut pemberian Pak Sudjono (almarhum), bekas komandan peleton di PETA tempat Kumaidi bergabung dulu.<br />
<br />
Kursi itu masih kokoh walau pliturannya nyaris tak berbekas. Hanya meja nakas pasangannya yang sudah kelihatan reyot. Itu pun diusahakan Kumaidi agar bisa lebih lama lagi masa pakainya dengan diperkuat beberapa paku pada siku-sikunya. Kursi dan meja itu dikirim sendiri oleh Pak Sudjono pada tahun 1978 sebagai hadiah sekaligus bentuk solidaritasnya terhadap kekurangberuntungan nasib Kumaidi, sebagai sesama ekspejuang kemerdekaan. Pak Sudjono sendiri mengakhiri pengabdiannya kepada republik sebagai pensiunan di pabrik gula terbesar di kota mereka. Kondisi kontras dialami Kumaidi yang hingga sekarang masih terus berjuang, berjuang dan berjuang. Bedanya hanya pada medannya<i> <a href="http://adf.ly/FmIXh" target="_blank">.................Selengkapnya,</a></i>Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/14659660299347287017noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3464949964287252680.post-78693322497200507852012-12-10T09:59:00.000-08:002012-12-15T07:49:43.325-08:00Cerpen karya Afrizal Malna: "Tulisan Kelinci Merah"<b>Tulisan Kelinci Merah</b><br />
Cerpen Afrizal Malna (<i>Kompas</i>, 11 November 2012)<br />
<br />
BAU tanah seperti ladang kenangan, perputaran dari yang tumbuh tanpa perubahan, dan rumah-rumah air tanpa banjir. Bau daun, dahan-dahan pohon, lumut yang memberi warna pada batu dan kayu, semua seperti kalimat padat yang membuat hutan seperti konser kebisuan.<br />
<br />
Membuat partiturnya sendiri melalui daun-daun yang tumbuh, layu, dan membusuk. Siklus kehidupan dan kematian yang rumit dan kompleks berlangsung sepanjang hari dalam hutan itu, seperti sebuah pertapaan untuk waktu.<br />
<br />
Matahari membuat penggaris-penggaris cahaya, mengukur jarak daun menjelang tumbuh dan layu. Laba-laba membuat sarang dari air liurnya, mengubah waktu seperti jaring-jaring kematian. Daun kering melayang jatuh. Semuanya seperti anak-anak kalimat yang membuat sayatan lain dalam induk kalimatnya. Sebuah generalisasi yang justru berlangsung untuk mengukuhkan perbedaan dalam pelukan hutan <i><a href="http://adf.ly/FmJD9" target="_blank">............Selengkapnya,</a></i><br />
<div>
<b><br /></b></div>
Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/14659660299347287017noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3464949964287252680.post-62659631786604507752012-12-10T09:51:00.000-08:002012-12-15T07:53:26.300-08:00Cerpen karya Adi Ekopriyono: "Kontemplasi di Tepi Campuhan"<b>"Kontemplasi di Tepi Campuhan"</b><br />
<b>Cerpen Adi Ekopriyono</b> (<i>Suara</i> <i>Merdeka</i>, 11 November 2012)<br />
<br />
DI teras bungalow itu. Di sela-sela bunyi serangga malam. Lolong anjing di kejauhan. Pada semilir angin sepoi-sepoi basah. Gemericik air sungai.<br />
<br />
Di sela dingin yang menggelayut. Di kesunyian yang mendera.<br />
Mataku nanap, menatap samar-samar kelebatan pepohonan yang ditelan gelap. Inikah keteduhan yang Engkau kirim kepadaku lewat keheningan malam di tepi Sungai Campuhan? Jiwaku bergejolak. Antara ada dan tiada. Antara fenomena dan nomena. Apakah Engkau sedang mengajariku tentang makna kehidupan sesungguhnya, yang sama sekali lain? Seperti kata Krishnamurti, <i><a href="http://adf.ly/FmI5m" target="_blank">.................Selengkapnya,</a></i>Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/14659660299347287017noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3464949964287252680.post-80258793744460708612012-12-10T09:47:00.000-08:002012-12-15T08:07:55.206-08:00Cerpen karya Azizah Hefni: "Perempuan Padi "<b>Perempuan Padi</b><br />
Cerpen Azizah Hefni (Jawa Pos, 11 November 2012)<br />
<br />
ARA, di hamparan sawah itu, aku selalu ada; ikut bersemai bersama padi-padi dan lenguh sapi.<br />
***<br />
Sepanjang hari, aku selalu menantimu duduk di pinggir selokan itu. Tubuhmu yang mungil berlari keluar dari rumah berbata merah, sembari menebar senyum ke arah padi-padi. Pada mulanya kau hanya akan memandang jauh pada hamparan sawah yang hijau, kemudian matamu yang bening akan menatap ke awan. Awan-awan yang selalu bergumpal. Awan-awan yang membentuk hewan-hewan atau wajah-wajah khayalan. Kau akan berteriak, “Tuu waaannn!! Tuu waann!” (Itu awan! Itu awan!).<br />
<br />
Kau seperti burung kenari yang berdendang menyambut pagi. Bau badanmu pasti sangat kecut dan kau belum sikat gigi. Betismu yang kering tampak <i><a href="http://adf.ly/FmHbg" target="_blank">.................Selengkapnya</a></i><br />
<div>
<b></b></div>
Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/14659660299347287017noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3464949964287252680.post-40798725007054775742012-12-10T02:25:00.001-08:002012-12-15T08:11:23.006-08:00Cerpen karya Akira Adhisurya: "Kura-Kura Sungai Kamo"<b>Kura-Kura Sungai Kamo</b><br />
Cerpen karya Akira Adhisurya (<i>Suara Merdeka</i>, 18 November 2012)<br />
<br />
PERNAHKAH terselip keinginan pada diri kita untuk, betapa pun kecilnya, kembali ke masa lampau, menghidupinya lagi seperti masa kini? Tanpa kita sadari itulah yang sebenarnya terjadi ketika kita melangkah ke dunia maya. Itulah salah satu esensi Facebook yang sekarang nyaris dimiliki siapa saja asal dia tidak buta internet. Bukankah jejaring sosial ini mempertemukan kembali para pelaku masa lampau? Selain teman masa kini dan teman yang belum pernah ditemui, seorang pemilik profil Facebook pasti juga kembali bersua dengan teman masa lalunya. Tidak jarang pula perjumpaan di alam maya Facebook berlanjut dengan pertemuan yang sebenarnya: para pelaku masa lampau akhirnya kembali bergaul di masa kini.<br />
<br />
Layak kutegaskan, pertemuan yang berikut kututurkan bukanlah gagasanku. Itu ide Wati tak lama setelah kuberitahu tentang kedatanganku. Dalam salah satu pesannya, dia sudah kirim ratusan pesan sejak satu setengah tahun bergaul lewat Facebook denganku, adik kelas bekas asistenku ini mendesak-desak untuk bertemu secepatnya, karena <a href="http://adf.ly/Fnsct" target="_blank"><i>............Selengkapnya</i></a><br />
<div>
<br /></div>
Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/14659660299347287017noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3464949964287252680.post-53640685270909425582012-12-09T10:09:00.003-08:002012-12-15T08:17:59.868-08:00Cerpen karya Abidah El Khalieqy: "Menunggu Kapak Ibrahim"<b>Menunggu Kapak Ibrahim</b><br />
<b>Cerpen Abidah El Khalieqy</b> (<i>Jawa Pos</i>, 29 Juli 2012)<br />
<br />
MENDELIK Algojo tak percaya. Untuk membuktikan keanehan yang disaksikan, petugas pencabut nyawa itu coba menebas lehernya dengan pedang istana yang pernah digunakan oleh raja untuk memenggal leher-leher para durjana.<br />
<br />
Crrresss!!!<br />
<br />
Putus sudah itu kepala. Jatuh menghadap ke tanah. Entah apa mantra yang dibaca, mulutnya komat-kamit, napasnya terengah mengisap energi baru dari dasar bumi. Tak dinyana, kepala pun kembali seperti sediakala.<br />
<br />
“Ha! Kembali lagi?!” Algojo nyalangkan mata. “Kamu ini keturunan dajjal dari seberang mana, hah! Kok sakti amat. Ditebas pedang istana belum juga koit.”<br />
<br />
“Bukan ane yang sakti, tapi pedang ente yang sudah tumpul. Sono diasah dulu lima tahun lagi, biar gak kalah dengan keris Ken Arok.” <i><a href="http://adf.ly/FmK5U" target="_blank">.......................Selengkapnya</a></i>Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/14659660299347287017noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3464949964287252680.post-47759856864918377382012-12-09T09:44:00.000-08:002012-12-15T08:20:04.155-08:00Cerpen karya Leopold Indrawan: "Kereta Kematian"<b>Kereta Kematian</b><br />
<b>Cerpen Leopold Indrawan</b> (Koran <i>Tempo</i>, 11 November 2012)<br />
<br />
TAK pernah kubayangkan bagaimana rasa kematian itu. Ingatanku tentang hidup berakhir ketika sebuah peluru menembus keningku. Seragam prajuritku kembali bersih dan licin seperti sebelum aku berangkat ke Normandia. Tak ada bekas koyak ataupun resapan darah. Luka-luka di sekujur tubuhku sirna seakan kulitku belum sempat menghirup udara perang. Namun kurasa tak banyak yang hilang. Padahal kukira kematian akan melenyapkan ingatan.<br />
<br />
“Kau punya kekasih?” tanya Magnus (kami sama-sama memandang ke luar jendela). Ia melahap dua kursi untuk tubuhnya yang terlampau besar. Pria itu mengenakan baju zirah rantai, celana linen cokelat muda kusam, dan sepatu bot kulit bertemali. Ia memangku helm baja berwarna perunggu. Sebuah perisai kayu bundar bercat biru-merah miliknya disandarkan di punggung kursi depan.<br />
<br />
“Aku sudah menikah,” jawabku.<i><a href="http://adf.ly/FmH1m" target="_blank"> .....................Selengkapnya</a></i><b></b>Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/14659660299347287017noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3464949964287252680.post-19694524863595475652012-12-09T02:33:00.000-08:002012-12-15T08:24:44.927-08:00Cerpen karya Korrie Layun Rampan: "Terbakar" <div class="MsoNormal">
<b><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 13.5pt; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";">Terbakar
<o:p></o:p></span></b></div>
<i><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 115%; mso-ansi-language: EN-US; mso-bidi-language: AR-SA; mso-fareast-font-family: "Times New Roman"; mso-fareast-language: EN-US;">Cerpen karya Korrie Layun Rampan|</span></i><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 115%; mso-ansi-language: EN-US; mso-bidi-language: AR-SA; mso-fareast-font-family: "Times New Roman"; mso-fareast-language: EN-US;"><br />
<br />
Apakah yang unik dikisahkan tentang Bentas Babay? Arus sungai yang berubah dari
sebuah dataran tanjung yang berlekuk ke selatan, dan tanjung yang memanjang itu
digali oleh Babay --seorang pedagang yang selalu memintas di tempat itu dengan
perahu berdayung dua. Karena ingin memperpendek jarak, Babay menggali tanjung
curam itu. Oleh aliran air sungai yang deras selama musim banjir, lama-kelamaan
tanjung itu putus dan membentuk sungai baru. Bagian ke hilir sungai itu membentuk
sebuah teluk, yang pada arus air dalam, teluk itu memusar dengan ulak yang
masuk ke dalam lingkaran arus yang deras. Ngeri sekali tampaknya.<br />
<br />
Karena terusan yang berubah jadi sungai itu digali Babay, hingga kini orang
menyebutnya Bentas Babay, yang maknanya bertemunya sungai baru akibat putusnya
sebuah dataran tanjung <i><a href="http://adf.ly/Fm0AD" target="_blank"> ............</a></i></span><i><a href="http://adf.ly/Fm0AD" target="_blank">Selengkapnya</a></i>Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/14659660299347287017noreply@blogger.com2tag:blogger.com,1999:blog-3464949964287252680.post-24810799596405386412012-12-09T02:30:00.000-08:002012-12-15T08:30:26.117-08:00Cerpen karya Teguh Winarsho AS: "Kamar Belakang" <div class="MsoNormal">
<b><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 13.5pt; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";">Kamar
Belakang <o:p></o:p></span></b></div>
<i><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 115%; mso-ansi-language: EN-US; mso-bidi-language: AR-SA; mso-fareast-font-family: "Times New Roman"; mso-fareast-language: EN-US;">Cerpen karya Teguh Winarsho AS|</span></i><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 115%; mso-ansi-language: EN-US; mso-bidi-language: AR-SA; mso-fareast-font-family: "Times New Roman"; mso-fareast-language: EN-US;"><br />
<br />
SAMAR dan kabur pandangan Nastiti, saat kedua kakinya menginjak lantai ruang
tamu. Lututnya kian gemetar menjaga keseimbangan tubuh yang mulai goyah.
Mencoba berdiri lebih tegak, Nastiti benar-benar tak kuat, buru-buru merapat
dinding, merambat persis seekor cicak. Nastiti menghampiri kamar depan yang
paling dekat, membuka pintu dengan sisa tenaga yang ada, lalu menjatuhkan
tubuhnya di atas kasur empuk. Perlahan-lahan kelopak matanya mengatup.<br />
<br />
Di kamar belakang, masih setengah telanjang, Sawitri dan Wiguno pucat. Sekian
menit mereka menahan napas, tak tahu harus berbuat apa. Wiguno tak menduga sama
sekali jika Nastiti, istrinya, pulang lebih cepat dari biasanya. <i><a href="http://adf.ly/FiySG" target="_blank">..............</a></i></span><i><a href="http://adf.ly/FiySG" target="_blank">Selengkapnya</a></i>Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/14659660299347287017noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3464949964287252680.post-9411182464434031802012-12-08T02:26:00.000-08:002012-12-15T08:32:22.438-08:00Cerpen karya AA Navis: "Robohnya Surau Kami"<b>Cerpen "Robohnya Surau Kami"</b><br />
<b>karya : AA Navis.</b><br />
<br />
Kalau beberapa tahun yang lalu Tuan datang ke kota kelahiranku dengan menumpang bis, Tuan akan berhenti di dekat pasar. Maka kira-kira sekilometer dari pasar akan sampailah Tuan di jalan kampungku. Pada simpang kecil ke kanan, simpang yang kelima, membeloklah ke jalan sempit itu. Dan di ujung jalan nanti akan Tuan temui sebuah surau tua. Di depannya ada kolam ikan, yang airnya mengalir melalui empat buah pancuran mandi.<br />
<br />
Dan di pelataran kiri surau itu akan Tuan temui seorang tua yang biasanya duduk di sana dengansegala tingkah ketuaannya dan ketaatannya beribadat. Sudah bertahun-tahun ia sebagai garin, penjaga surau itu. Orang-orang memanggilnya Kakek<a href="http://adf.ly/FbmYl" target="_blank"><i> .......................Selengkapnya</i></a>Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/14659660299347287017noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3464949964287252680.post-70688024248614860422012-12-08T02:25:00.001-08:002012-12-15T08:36:34.356-08:00Cerpen karya Putu Wijaya: "LAKI-LAKI SEJATI" <b>LAKI-LAKI SEJATI</b><br />
<b>Cerpen karya Putu Wijaya</b><br />
<br />
Seorang perempuan muda bertanya kepada ibunya.<br />
"Ibu, lelaki sejati itu seperti apa?"<br />
<br />
Ibunya terkejut. Ia memandang takjub pada anak yang di luar pengamatannya sudah menjadi gadis jelita itu. Terpesona, karena waktu tak mau menunggu. Rasanya baru kemarin anak itu masih ngompol di sampingnya sehingga kasur berbau pesing. Tiba-tiba saja kini ia sudah menjadi perempuan yang punya banyak pertanyaan. <i><a href="http://adf.ly/FixJH" target="_blank">............selengkapnya</a></i>Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/14659660299347287017noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-3464949964287252680.post-68233663769043925742012-12-07T11:15:00.000-08:002012-12-15T08:40:35.544-08:00Cerpen karya Putu Wijaya: "GURU"<b>Guru</b><br />
<b>Cerpen Karya: Putu Wijaya</b><br />
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Anak saya bercita-cita menjadi guru. Tentu saja saya dan
istri saya jadi shok. Kami berdua tahu, macam apa masa depan seorang guru.
Karena itu, sebelum terlalu jauh, kami cepat-cepat ngajak dia ngomong.</div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
"Kami dengar selentingan, kamu mau jadi guru, Taksu?
Betul?!"</div>
<div class="MsoNormal">
Taksu mengangguk.</div>
<div class="MsoNormal">
"Betul Pak."</div>
<div class="MsoNormal">
Kami kaget.</div>
<div class="MsoNormal">
"Gila, masak kamu mau jadi g-u-r-u?"</div>
<div class="MsoNormal">
"Ya."</div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
</div>
<div class="MsoNormal">
Saya dan istri saya pandang-pandangan. Itu malapetaka. Kami
sama sekali tidak percaya apa yang kami dengar. Apalagi ketika kami tatap
tajam-tajam, mata Taksu nampak tenang tak bersalah. Ia pasti sama sekali tidak
menyadari apa yang barusan diucapkannya. Jelas ia tidak mengetahui
permasalahannya. <i><a href="http://adf.ly/FUO2R" target="_blank">......................selengkapnya</a></i></div>
<br />Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/14659660299347287017noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3464949964287252680.post-24654358303074322812012-12-07T11:13:00.000-08:002012-12-15T08:43:53.751-08:00Cerpen karya Indra Tranggono: "Bulan Terbingkai Jendela"<b>Bulan Terbingkai Jendela</b><br />
<b>Cerpen Karya: Indra Tranggono</b><br />
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Perempuan itu membuka gorden jendela. Angin malam menyisir
rambutnya yang memerak dibakar usia, menerpa kerut-merut wajah yang dipahat
waktu. Bertiup dari perbukitan yang jauh, angin itu seperti pengembara abadi yang
setia mengunjunginya malam-malam begini. Itu memang kurang baik bagi dirinya
yang sering batuk-batuk. Tapi ia toh nekat. Ia percaya, sehelai syal yang
melilit di lehernya mampu melindunginya dari terpaan angin malam. Kemesraan
yang menyakiti? Ah, tidak juga. Bertahun-tahun ia menjadi sahabat angin, toh
aman-aman saja. Kalau sedikit batuk, itu tak lebih dari ongkos yang harus ia
bayar buat mengagumi ketegaran dan kesetiaan angin yang tetap saja bertiup,
entah sampai kapan. Hanya air yang selalu mengalir, pikirnya, yang mampu
menandingi kesetiaan angin. Juga ombak, yang tak pernah jera memukul-mukul
pantai dan karang. Betapa melelahkan. Tapi, cinta tak pernah mengenal lelah dan
sia-sia, pikirnya. <i><a href="http://adf.ly/FUNqI" target="_blank">................Selengkapnya</a></i></div>
Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/14659660299347287017noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3464949964287252680.post-47420542775486430042012-12-07T11:11:00.000-08:002012-12-15T08:45:50.110-08:00Cerpen karya Kuntowijoyo: "ANJING-ANJING MENYERBU KUBURAN"<span style="font-family: Times New Roman, serif; font-size: medium;"><b>ANJING-ANJING MENYERBU KUBURAN</b></span><br />
<span style="font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 13.5pt;"><b>Cerpen Karya: Kuntowijoyo</b></span><br />
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt;">
<span lang="EN-US" style="font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 13.5pt;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt;">
<span lang="EN-US" style="font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 13.5pt;">Ia tidak usah khawatir.
Sekalipun kecibak air sungai, bahkan batu yang menggelinding oleh kakinya di
dalam air terdengar jelas, tapi tidak seorang pun akan mendengar. Gelap malam
dan udara dingin telah memaksa para lelaki penduduk desa di atas menggeliat di
bawah sarung-sarung mereka. Para perempuan mendekami anak-anak mereka seperti
induk ayam yang ingin melindungi anaknya dari kedinginan.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt;">
<br /></div>
<span lang="EN-US" style="font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 13.5pt; line-height: 115%;">Tidak seorang pun di
sungai, pencari ikan terakhir sudah pulang, setelah memasang bubu. Bilah-bilah
bambu yang menandai bubu itu muncul di atas air, tampak dalam gelap malam itu.
Tidak ada angin, pohonan menunduk lesu setelah seharian berjuang melawan terik
matahari. Ketika perjalanannya sampai di persawahan, hanya kunang-kunang yang
menemaninya. Dan di ujung persawahan itu, ada gundukan tanah. Dalam gundukan
tanah itulah terletak kuburan-kuburan desa. Dia tinggal mencari timbunan tanah
yang masih baru. Kuburan itulah yang ia cari : seorang perempuan telah
meninggal pada malam Selasa Kliwon <i><a href="http://adf.ly/FUNfQ" target="_blank">..................</a></i></span><span style="font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 13.5pt; line-height: 115%;"><i><a href="http://adf.ly/FUNfQ" target="_blank">Selengkapnya</a></i></span>Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/14659660299347287017noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3464949964287252680.post-27409712494067247042012-12-06T11:08:00.000-08:002012-12-15T08:48:40.531-08:00Cerpen karya Satmoko Budi Santoso: "Simpang Ajal"<b>Cerpen "Simpang Ajal"</b><br />
<b>Karya: Satmoko Budi Santoso</b><br />
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
SELESAI sudah tugas Montenero. Karenanya, kini ia tinggal
bunuh diri. Bunuh diri! Itu saja. Betapa tidak! Ia telah membunuh tiga orang
itu sekaligus. Ya, tiga orang. Santa, orang yang dengan serta-merta memenggal kepala
bapaknya ketika bapaknya menolak menandatangani selembar kertas yang berisi
surat perjanjian untuk terikat dengan sebuah partai. Lantas Denta, yang ketika
pembunuhan itu terjadi berusaha membungkam mulut bapaknya agar tidak berteriak,
serta Martineau yang mengikatkan tali pada tubuh bapaknya agar bapaknya tak
bergerak sedikit pun menjelang kematiannya. Karena itu, sekarang, Montenero
sendiri tinggal bunuh diri! <i><a href="http://adf.ly/FUNSW" target="_blank">........................Selengkapnya</a></i></div>
Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/14659660299347287017noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3464949964287252680.post-8545016900836178882012-12-06T11:05:00.000-08:002012-12-15T08:50:23.955-08:00Cerpen karya Putu Wijaya: "Raksasa"<b>Cerpen "Raksasa"</b><br />
<b>Karya: Putu Wijaya</b><br />
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Orang bilang menang jadi arang, kalah jadi abu. Itu tidak
selamanya benar. Ketika perang Bharatayudha berakhir, tak semua orang mati. Ada
beberapa orang raksasa berhasil melarikan diri, kemudian bersembunyi sehingga
hidupnya sampai sekarang lestari. Beberapa di antaranya sekarang tinggal di
Indonesia. Hidup mereka aman, damai, dan sentausa.</div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Tetapi karena raksasa telah dianggap sebagai mahluk jahat
yang tidak beradab dengan taring tajam, mulut lebar, yang mau makan apa saja,
tak peduli harta dan hak orang lain termasuk daging manusia, semua raksasa itu
menyembunyikan sejarah dan identitasnya. Mereka berbaur sebagai manusia biasa,
rakyat jelata yang tidak perlu ditakuti. Ada yang menyamar jadi sopir, tukang
minyak, tukang becak, tukang ojek, sopir angkot, ada juga yang jadi guru,
pegawai negeri, pedagang, pemborong, bintang film, cerdik-pandai, pemimpin
partai sampai pada pejabat dan panutan masyarakat di bidang rohani. Semuanya
menjaga ketat rahasia mereka sebagai raksasa. Sebab <i><a href="http://adf.ly/FUNCu" target="_blank">.......................Selengkapnya</a></i></div>
Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/14659660299347287017noreply@blogger.com0